Genderuwo


Genderuwo Desa Bogor
By: Tan Sri Son | 13/06/2024
Penampakan Genderuwo di Desa Bogor: Kisah Seram Pak Riono
Di sebuah desa terpencil di pinggiran Bogor, di balik rimbunan hutan bambu dan sawah yang luas membentang, hidup seorang pria tua bernama Pak Riono. Ia adalah seorang petani sederhana, tinggal sendirian di rumah kayu pusaka peninggalan orang tuanya. Walaupun sudah berumur lebih dari enam puluh tahun, Pak Riono masih kuat bekerja di ladang, menanam padi dan memelihara ayam. Namun, suatu malam di bulan Juli, hidup Pak Riono berubah selamanya—malam ketika ia berhadapan dengan makhluk legenda yang selama ini hanya dianggap mitos oleh sebagian orang: Genderuwo.
Desa tempat Pak Riono tinggal memang sering dikaitkan dengan cerita-cerita mistis. Warga percaya bahwa hutan bambu di sisi barat desa adalah tempat bersemayamnya makhluk halus. Tapi tak seorang pun pernah melihat sesuatu dengan mata kepala sendiri, hingga akhirnya Pak Riono menjadi saksi nyata dari teror tersebut.
Malam itu, Pak Riono pulang agak lewat dari ladangnya. Ia membawa hasil panen kecil, beberapa ikat kangkung dan ubi yang baru dicabut. Di tengah perjalanan melewati kebun pisang milik tetangganya, ia mencium bau busuk yang sangat menyengat. Bau itu bukan seperti bangkai biasa, melainkan semacam aroma daging terbakar dan kotoran busuk yang bercampur. Ia berhenti dan menutup hidungnya, berpikir mungkin ada hewan mati di sekitar situ.
Tapi yang terjadi selanjutnya benar-benar mengguncang batinnya. Dari balik rumpun pisang yang gelap, terdengar suara napas berat, seperti dengusan makhluk besar yang sedang mengintai. Pak Riono memicingkan mata dan mencoba melihat lebih jelas. Tiba-tiba, sepasang mata merah menyala muncul dari kegelapan. Diikuti oleh sosok besar berbulu hitam legam, dengan tubuh menyerupai manusia tetapi jauh lebih besar, kulitnya kasar, dan giginya tajam berlumuran darah.
Genderuwo.
Makhluk itu berdiri membungkuk, mengamati Pak Riono tanpa berkedip. Pak Riono terpaku, tak bisa bergerak. Kakinya lemas, tangannya gemetar. Dalam hati ia membaca ayat-ayat suci, mencoba menenangkan dirinya. Tapi makhluk itu mulai mendekat, langkahnya berat dan tanah di sekitarnya terasa bergetar. Bau busuk makin kuat hingga membuat Pak Riono hampir muntah.
Tanpa berpikir panjang, Pak Riono berlari sekuat tenaga ke rumahnya. Tapi makhluk itu mengejarnya. Suara derap langkah besar terdengar di belakangnya. Daun-daun beterbangan, ranting patah, dan suara lolongan aneh menggema di malam yang sunyi. Ketika akhirnya sampai di pekarangan rumahnya, Pak Riono langsung menjatuhkan tubuhnya di depan pintu dan berteriak meminta tolong.
Tetangganya yang mendengar segera keluar dan membantu. Namun saat mereka semua mencari makhluk tersebut, tidak ada apa-apa selain bau busuk yang masih menggantung di udara dan jejak-jejak besar di tanah berlumpur. Sejak malam itu, Pak Riono jatuh sakit. Ia tidak lagi ke ladang, tidak mau keluar rumah selepas maghrib, dan sering mengigau dalam tidur. Ia mengatakan bahwa makhluk itu masih mengikutinya, mengintainya dari balik jendela rumah.
Warga desa mulai khawatir. Mereka memanggil dukun kampung, Pak Karta, untuk membantu. Menurut Pak Karta, Genderuwo itu adalah penjaga hutan tua yang sudah terusik akibat terlalu banyak pohon ditebang dan tanah digarap sembarangan. Kehadirannya di hadapan Pak Riono adalah bentuk peringatan, bahwa keseimbangan alam di desa itu mulai rusak.
Sejak kejadian itu, warga desa mulai kembali menjaga hutan bambu. Mereka menanam pohon, menghentikan penebangan liar, dan mengadakan doa bersama setiap malam Jumat. Pak Riono pun perlahan pulih, meski matanya tak pernah lagi setenang dulu. Tatapannya selalu kosong, seperti masih melihat bayangan sosok besar berbulu hitam dalam pikirannya.
Cerita ini menyebar ke seluruh penjuru Bogor, dan desa itu pun menjadi terkenal karena kisah nyata yang dialami Pak Riono. Banyak yang datang ingin tahu, tetapi tak seorang pun berani masuk ke hutan bambu itu setelah gelap. Warga percaya, Genderuwo masih di sana—menjaga wilayahnya, mengawasi mereka yang berani mengganggu kedamaian alam.
Dan hingga kini, setiap malam Jumat Kliwon, suara lolongan rendah kadang masih terdengar dari dalam hutan, seolah mengingatkan semua orang: jangan pernah anggap enteng dunia yang tak kasat mata.
Coming Soon
We're on a mission ........................

Discover our full library of The Theos e-magazines and articles — all completely free to read.
We are a crowdfunded publication, dedicated to sharing knowledge, reflection, and theology with readers around the world.
Your support and donations help us continue offering open, accessible content for everyone, everywhere.
Join us in keeping wisdom free.
@ the theos since 2023 © 2023. All rights reserved.