Kuntilanak


Kisah Adi Dari Jawa Barat
By: Tan Sri Son | 16/03/2025
Penampakan Kuntilanak di Daerah Terpencil Jawa Barat: Kisah Adi yang Tak Akan Dilupakan
Di sebuah desa terpencil yang terletak jauh di pedalaman hutan Jawa Barat, tersembunyi sebuah kisah yang tak pernah tercatat dalam buku sejarah. Desa itu kecil, sepi, dan seakan terasing dari peradaban moden. Namun, yang paling dikenal dari desa ini bukanlah alamnya yang indah atau sawahnya yang menghijau, melainkan sebuah kisah menyeramkan yang dialami oleh seorang pemuda bernama Adi.
Adi adalah seorang pelajar lulusan kota yang memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya selepas bertahun-tahun merantau. Ia ingin menghabiskan cuti semester di rumah neneknya yang tinggal seorang diri di desa itu. Tidak banyak yang tinggal di sana—hanya beberapa keluarga tua yang enggan berpindah ke kota. Malam di desa itu sunyi, hanya ditemani suara jangkrik dan gelegar angin yang meniup dedaunan hutan.
Pada malam Jumaat pertama Adi di kampung, kejadian aneh mulai terjadi. Saat sedang duduk di beranda rumah neneknya, Adi mencium bau harum melati yang kuat menusuk hidung. Padahal, tidak ada pohon bunga melati di sekitarnya. Neneknya yang tengah menyiapkan air panas tiba-tiba berhenti, wajahnya pucat pasi.
“Masuk, Di. Jangan duduk di luar malam-malam begini,” ujar neneknya, suaranya bergetar. Adi mengernyitkan dahi namun menurut.
Malam itu, ketika sedang tidur, Adi terbangun kerana mendengar suara tangisan lirih seorang perempuan. Suaranya seakan datang dari luar jendela. Dengan langkah hati-hati, dia mengintip dari celah jendela dan tubuhnya seketika membeku.
Di bawah cahaya bulan yang suram, tampak seorang wanita berpakaian serba putih dengan rambut panjang menjuntai hingga ke tanah. Wajahnya tak terlihat jelas, namun tangisannya mengiris malam dengan suara yang memilukan. Tubuh wanita itu tampak melayang sedikit dari tanah, bergerak perlahan menuju arah hutan.
Adi segera menutup tirai dan kembali ke tempat tidur, namun dia tak dapat memejamkan mata. Suara itu terus bergema di telinganya hingga fajar menyingsing.
Keesokan paginya, Adi menceritakan kejadian itu pada neneknya. Namun sang nenek hanya diam, kemudian dengan suara perlahan berkata, “Itu Kuntilanak, Di. Sudah lama dia mengganggu desa ini. Dulu, konon katanya, dia seorang perempuan hamil yang dibunuh dan dikubur tanpa upacara yang layak. Arwahnya tak pernah tenang.”
Hari-hari berikutnya, penampakan semakin sering terjadi. Setiap malam, suara tangisan dan bau melati menjadi teman tetap Adi. Suatu malam, Adi memberanikan diri mengikuti suara tangisan itu, berbekal senter dan keberanian yang mulai menipis. Ia berjalan ke arah hutan, menembus kegelapan dan kabut tipis yang menyelimuti desa.
Setibanya di tengah hutan, Adi melihat sosok itu lagi. Kali ini, Kuntilanak tersebut berbalik—dan Adi melihat wajahnya. Mata merah menyala, mulut robek dengan taring-taring tajam, dan kulit putih pucat seperti mayat. Ia menjerit keras hingga Adi terdorong ke belakang dan pingsan di tempat.
Adi ditemukan keesokan harinya oleh penduduk desa dalam keadaan tidak sedarkan diri. Tubuhnya menggigil, matanya kosong. Sejak malam itu, Adi berubah. Ia menjadi pendiam, matanya selalu melihat ke arah jendela, seolah-olah takut sesuatu akan datang kembali.
Beberapa minggu kemudian, Adi meninggalkan kampung tanpa sepatah kata. Hingga hari ini, dia tak pernah kembali. Namun kisahnya menjadi buah bibir penduduk kampung. Neneknya masih tinggal di rumah tua itu, dan setiap malam Jumaat, bau melati kembali menyapa.
Desa itu kini sepi, lebih sunyi dari sebelumnya. Orang-orang percaya, Kuntilanak itu masih ada. Menunggu. Menangisi nasibnya. Dan siapa pun yang berani mengganggunya—akan merasai kengerian yang dialami oleh Adi.
Kisah ini adalah peringatan bahawa tidak semua tempat di dunia ini aman, dan tidak semua jiwa yang mati akan pergi dengan tenang.
Coming Soon
We're on a mission ........................

Discover our full library of The Theos e-magazines and articles — all completely free to read.
We are a crowdfunded publication, dedicated to sharing knowledge, reflection, and theology with readers around the world.
Your support and donations help us continue offering open, accessible content for everyone, everywhere.
Join us in keeping wisdom free.
@ the theos since 2023 © 2023. All rights reserved.